This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jumat, 21 Februari 2014

Pangeran Antasari




PANGERAN ANTASARI
( 1849 – 1862 )
Pahlawan Pejuang Kemerdekaan
         Suatu pemerintahan yang tidak stabil akan mengundang pengaruh luar untuk melakukan intervensi. Keadaan pemerintahan yang tidak stabil itu ada kalanya sengaja diciptakan oleh pihak asing sebagai jalan untuk menguasai. Hal itu terjadi dengan kehadiran belanda di kerajaan banjar, Kalimantan. Strategi seperti itu dikenal dengan nama politik divide eiimpera ( memecah belah menguasai ) atau dikenal secara popular dengan nama “ politik adu domba “.
                                      


Tak ada kompromi
         Belanda sengaja mendukung Sultan Tamjid yang tidak disukai rakyat untuk naik tahta pada tahun 1859. Padahal yang lebih berhak menjadi sultan adalah Pangeran Hidayat. Pangeran Antasari sebagai salah seorang keturunan raja Banjarmasin yang dibesarkan diluar istana merasa prihatin dengan dengan situasi itu. Pilihan yang dibuat oleh pangeran yang dilahirkan pada tahun 1809 itu adalah mengusir Belanda dari kerajaan banjar tanpa kompromi. Pergantian kekuasan di istana menimbulkan keresahan di antara rakyat yang pada akhirnya menciptakan sikap anti belanda. Pangeran Antasari yang mengenal rakyat dari dekat memahami gejolak yang dirasakan rakyatnya. Oleh karena itu, ia mengadakan persiapan-persiapan untuk perlawanan terhadap Belanda. Dihimpunya kekuatan lewat kerja kerjasama dengan kepala-kepala daerah Hulu Sungai, Martapura, Barito, Pleihari, Kahayan, dan Kapuas. Niat pangeran itu untuk menyerang Belanda didukung secara penuh oleh rakyat dikawasan itu.
Pejuang Yang Gigih
        Pertempuran pertama melawan Belanda ini meletus mulai tanggal 18 April 1859 yang dikenal dengan nama perang Banjar. Antasari mendapat dukungan dari berbagai pihak sehingga pasukannya yang semula berjumlah 6.000 prajurit makin lama makin bertambah besar. Dukungan rakyat demikian besar itu sangat menyulitkan pemerintah Belanda.
        Meskipun perang sudah berlangsung empat belas tahun, tetapi Belanda berhasil mengalahkan perlawanan pangeran yang didukung rakyat itu. Upaya Belanda membujuk Antasari untuk berunding dengan memberi janji memberi tiagian kekuasan di kerajaan Banjar mengalami kegagalan. Dalam usia yang terus beranjak tua, pangeran ini melanjukan peperangan di kawasan Kalimantan Selatan & Tenggah. Suatu serangan besar-besaran telah direncanakan pada bulan Oktober 1862. Pasukan-pasukan telah disiapkan tetapi wabah penyakit cacar menyerang & melemahkan kesatuan itu bahkan merengut jiwa pemimpinya, pangeran Antasari. Ia meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 1862 di Bayan Begak, Kalimantan Selatan, kemudian dimakamkan di Banjarmasin dengan gelar panembahan Amiruddin Khalifatul Mukmin. Dengan kematiannya itu, perlawanan terhadap Belanda makin lama makin surut dan akhirnya padam dengan sendirinya.  

Selasa, 18 Februari 2014

Sejarah Sultan Ageng Tirtayasa

                                     SULTAN AGENG TIRTAYASA
                              ( 1631 - 1683 )
                           Pahlawan Perjuang 
                                Kemerdekaan
        Banten memang sudah pantas menjadi propinsi sendiri, mengingat sejak sejak dulu kala banten merupakan pelabuhan perdagangan yang ramai. sejak jatuhnya malaka ke tangan portugis pada tahun 1511. perkembang pesat banten berkat dukungan dari kerajaan-kerajaan di pantai utara laut jawa, seperti demak & jepara. bahkan sejarah banten dapat ditelusuri lewat kehadiran Faletehan ( Fatahillah ) yg kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati. kehadiran VOC dijawa, termasuk banten sebenarnya hanya mencari beras untuk ditukarkan dengan komoditi rempah-rempah yg laku keras di pasar Eropa. lama-kelamaan, perhatian VOC beralih dari Indonesian Timur ke pulau Jawa.

Asal Mula Batavia
                     Belanda dengan banten tidak dapat dilepaskan dari berdirinya kota Batavia yg dirintis oleh Jan Pieterszoon Ceon yg semula berpangkat kepala Tata Buku kongsi  dagang VOC di Banten, kemudian di Batavia. berkat taktik VOC yg licik & curang dalam kerajaaan Banten terjadi perbedaan pendapat antara para pangeran dikerajaan. pangeran Mangkubumi yg menjadi wali sultan yg masih kanak-kanak lebih dekat ke VOC sedangkan pangeran Jayakarta yg berkedudukan di daerah yg sekarang mejadi kota Jakarta lebih dekat pd orang Eropa selain Belanda, seperti inggris & prancis. orang-orang Eropa itu saling berebut pengaruh di kawasan Banten. pangeran Jayakarta & orang Eropa lainnya dengan restu wali Raja Banten disingkirkan Belanda. sejak saat itu Batavia sebagai Benteng & pusat kekuatan VOC terus berkembang.

Banten Berperang Melawan VOC
       hubungan antara Banten & VOC yg semula baik perlahan berubah sejak naiknya Sultan Banten Abu'I Fath Abdulfattah yg lebih dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa yg naik tahta pd tahun 1661. sultan ini tidak menyukai Kompeni Belanda. Belanda dalam pandanganya hanya penghalang perdagangan Banten. pd tahun-tahun awal kepemimpinannya, ia berhasil memebangun kembali kekuatan perdagangan kerajaan itu. sultan Ageng Juga mengadakan penyerangan-penyeragan dengan gerilya terhadap Batavia lewat darat & laut.
               2 kapal kompeni pd tahun 1666 dirampas oleh Banten & perkebunaan tebu milik kongsi dagangan itu dirusak. raja pun tidak bersedia menerima  utusan VOC sehingga orang-orang Belanda yg berada di Banten merasa tidak aman. mereka secara diam-diammeningalkan kerajaan itu. ketika tidak ada lagi orang Belanda di Banten, VOC memblokir pelabuhan Banten sehingga merugikan perdagangan Banten . Sultan terpaksa mendekati Belanda untuk mengadakan perundingan. perundingan itu berlangsung sangat ketat karena Belanda tetap mempertaahankan keinginaaan  perdagangan monopoli di maluku & malaka yg sulit di terima oleh Banten. akhirnya disepakati  bahwa Belanda tetap mengadakan perdagangan dengan Maluku & membayar ganti rugi kepada Banten. perdagangan Banten, berkat usaha Sultan Ageng Tirtayasa, berkembang pesat dengan persia, surat, mekkah, koromandel, Benggala, siam, Cina. dalam perdagangan luar negeri itu sultan banyak di bantu oleh Inggris & Denmark.

Konfrontasi Dengan Sultan Haji
                keadaaan tenang itu berakhir pada tahun 1676 ketika putra sulungnya kembali dengan gelar Sultan Haji yg sangat pro-Belanda ketegangan denga kompeni memuncak ketika pada tahun 1680 dengan berakhirnya perang Trunojoyo, sultan haji. pada tanggal 27 Febuari 1682 istana sultan haji di Surosowan di serbu pasukan Banten. dengan bantuan Belanda, sultan haji berhasil mempertahankan diri dengan semua syarat yang diajukan Belanda bahwa semua orang Eropa harus meningalkan Banten. pada bulan AGUSTUS 1682 sultan haji menandatagani perjanjiaan yang mengakui kekuasan kompeni Belanda. sultan Ageng yang sudah terdesak terus melancarkan perlawanan hingga pada tahun 1683, pada tahun itu juga ia di tangkap & wafat di penjara. Jenazah pejuang sahid ini dimakamkan di kompleks pemakaman Raja-raja Banten yaitu di sebelah utara Masjid Agung Banten.

Rabu, 12 Februari 2014

sejarah bung karno

Kisah Masa Kecil Bung Karno Yang Bandel dan Tidak Pintar

19 Desember 2011 pukul 6:34
Bung Karno orang yang pintar, pandai, cerdik, cerdas… dan kata lain yang menggambarkan betapa tingginya tingkat intelegensianya. Melihat rentetan 26 gelar doktor honoris causa yang ia terima sepanjang hidupnya… membaca karya-karya tulisnya… mendengar pidato-pidatonya… susah sekali menyangkal pernyataan di atas.

Tapi lain cerita jika kita menguak sejarah masa kecil Sukarno, tatkala ia masih bernama Koesno. Sejak umur tiga tahunan, Koesno dititipkan ke rumah kakek-neneknya di Tulungagung, Jawa Timur. Sang kakek, Raden Hardjodikromo secara ekonomi tidak bisa dibilang mampu, tetapi masyarakat Tulungagung begitu menghormatinya.

Bukan saja karena ia memiliki kemampuan menyembuhkan berbagai penyakit berkat laku-tirakat khas masyarakat Kejawen. Lebih dari itu, dalam menjalani kehidupan sosial, tampak Hardjodikromo muncul sebagai pinisepuh yang tuntas dalam menjalani laku batinnya. Ia gemar sekali menolong sesama. Jika tidak dengan kemampuannya mengobati orang sakit tanpa pamrih, maka ia gemar berbagi petuah dan pitutur yang berguna bagi sesama.


Koesno datang dalam keadaan kurus-kering. Setelah “disuwuk” sang kakek, Koesno menjadi bagas-waras. Lincah dan gesit sebagai anak-anak. Di bawah asuhan sang kakek yang begitu memanjakannya, Koesno hadir sebagai anak kecil yang bengal, bandel, dan tidak pintar di sekolah.


Dari usia empat tahun, Koesno sudah disegani kawan-kawannya bermain. Bukan lantaran sifatnya yang nekad menantang maut, tetapi karakter bersahabat yang tulus yang memancar dari sorot matanya yang begitu indah berpendar-pendar. Tak jarang, ketika Koesno dan teman-temannya bermain panjat pohon, Koesno dengan lincah dan gesit segera merangsek ke dahan paling atas. Dahan terkecil yang begitu ringkih dan bisa menghempaskannya ke tanah sewaktu-waktu.

Jika Koesno sudah berada di pucuk pohon, teman-temannya hanya bisa melongo…. Tidak paham dengan keberanian Koesno yang melampaui batas kenekatan seorang anak seusianya.

Di sekolah? Ah… jangan tanya. Gurunya sering dibuatnya kesal. Koesno jarang sekali menyimak pelajaran. Ia asyik melamun atau menggambar. Temasuk, manakala satu per satu anak diminta ke papan tulis menuliskan soal yang ditanyakan guru, Koesno paling beda. Bukan huruf demi huruf yang ia ukir di papan, melainkan gambar tokoh pewayangan yang begitu dikaguminya: Bima atau Wrekodara. Lengkap dengan kuku pancanaka, gelung sinupiturang yang angker, dan matanya yang bulat tajam.

Site Search