KH. HASYIM ASY' ARI
Pahlawan Pergerakan Nasional
Sejarah
perjuangan kemerdekaan bangsa ini telah menampilkan manusia-manusia
terpilih yang telah menyedekahkan hidupnya untuk tanah air tercinta.
Tidak bisa dihitung sudah berapa banyak harta benda, keringat, dan darah
dikorbankan untuk mengusir penjajah yang ratusan tahun menghisap
kekayaan Indonesia. Pengorbanan luar biasa yang pasti kita -generasi
muda- akan sangat berdosa jika tidak menjadikannya sebagai inspirasi.
Terlebih di jaman sekarang, dimana telah merajalela pragmatisme dan
transaksi politik di hampir semua lini pergerakan, baik di lingkar
penguasa maupun di organ-organ non-penguasa. Padahal saat itu,
kakek-kakek kita yang telah berjuang mati-matian mengusir penjajah tak
pernah berpikir hitung-hitungan maupun transaksi politik akan menjadi
apa kelak ketika Indonesia merdeka, apakah akan mendapatkan jabatan atau
lahan yang lebih luas untuk bisnisnya. Yang penting Indonesia merdeka,
itu saja.

Dan diantara
pejuang yang telah berjasa mengantarkan negeri ini menuju pintu
kesejajaran dengan bangsa-bangsa lain di dunia adalah KH. Hasyim Asyari,
seorang ulama kharismatik asal jawa timur yang juga pendiri organisasi
massa terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU). Sosok KH. Hasyim
Asyari begitu istimewa, karena beliau adalah salah satu pahlawan
nasional yang memiliki kedalaman ilmu agama namun tetap menaruh
perhatian yang luar biasa terhadap pergerakan kemerdekaan. Bisa
dikatakan saat itu Kyai Hasyim merupakan seorang ulama nasionalis.
Selain itu, Kyai Hasyim juga memiliki pemahaman keberagamaan menarik
yang patut diteladani. Meskipun menuntut ilmu agama selama enam tahun
lebih di Makkah, yang dikenal sebagai basis paham wahabbi, Kyai
Hasyim tetap mencintai negeri ini beserta budaya dan kearifan lokal di
dalamnya. Hal ini tentu saja bertolak belakang dengan pemahaman wahabbiyang terkenal puritan dan menolak berbagai tradisi lokal.
Nasionalisme Kyai
Hasyim dapat dilihat dari keseluruhan hidupnya yang dipersembahkan
untuk kemerdekaan dan kemajuan bangsa. Beliau ikut berjuang melawan
penjajah dan tak mau bertekuk lutut pada kehendak mereka. Kyai Hasyim
melarang para ulama lain mendukung Belanda ketika diserang Jepang dalam
Perang Dunia II, bagi beliau haram hukumya berkongsi dengan penjajah
karena penjajahan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan dalam Islam.
Selain itu, ulama yang memiliki nasab (garis keturunan) sampai
ke Sunan Ampel hingga imam Ja’far Shadiq bin Muhammad Baqir ini juga
tidak mau menuruti perintah Jepang untuk melakukanseikerei
(membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 untuk menghormati
kaisar dan dewa matahari) yang membuat Jepang sangat marah dan kemudian
menangkap dan memenjarakan beliau. Perlakuan jepang saat itu sangat
kasar terhadap Kyai Hasyim, sampai-sampai jari tangan beliau patah dan
tidak bisa digerakkan.
Dan yang paling
fenomenal adalah fatwa jihad yang dikeluarkan Kyai Hasyim bersama
ulama-ulama lain pada 22 Oktober 1945. Fatwa ini telah memberi
legimitasi kepada para pejuang kemerdekaan untuk melawan tentara-tentara
Belanda sehingga semangat para pejuang menjadi berlipat ganda. Sejarah
mencatat ribuan orang telah berbondong-ondong memenuhi kewajiban
jihadnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru seumur
jagung. Peristiwa 10 November di Surabaya adalah bukti bahwa fatwa jihad
tersebut sangat ampuh membakar keberanian suci para pejuang. Kyai
Hasyim Asyari telah berhasil memformulasikan agama sebagai motivasi dasar sekaligus sumber legimitasi
yang menggerakkan perjuangan melawan penindasan. Seandainya saja waktu
itu Karl Marx (filsuf besar asal Jerman) masih hidup, mungkin ia akan
menyesali pernyataannya tentang agama sebagai candu yang membuai dan
menina-bobokan kaum tertindas agar tidak melakukan perlawanan.
Selain itu,
kepedulian Kyai Hasyim Asyari terhadap tanah air juga diwujudkan melalui
pendidikan agama yang memperkokoh semangat kebangsaan dan kemajuan.
Sebagai seorang ulama yang lahir dan dibesarkan di
lingkungan pesantren, Kyai Hasyim memiliki komitmen yang kuat di bidang
pendidikan dan pemberdayaan umat. Ayahnya, Kyai Asyari merupakan pendiri
Pesantren Keras (dinamakan demikian karena letaknya di Desa Keras,
Jombang selatan). Di pesantren inilah Kyiai Hasyim muda mulai nyantri. Saat
itu beliau dikenal sebagai santri yang sangat cerdas, rajin, dan ulet.
Bahkan di usia 13 tahun, Kyiai Hasyim telah dipercaya ayahnya untuk
mengajar di Pesantren Keras, meskipun sebagai guru pengganti. Setelah
dewasa dan memiliki bekal ilmu yang mumpuni, beliau meneruskan
perjuangan ayahnya dengan mendirikan Pesantren di dukuh Tebuireng, sebuah
wilayah yang pada awalnya dikenal sebagai tempat orang-orang yang tidak
mengerti agama dan berperilaku buruk. Masyarakatnya suka merampok,
berjudi, dan berzina. Ketika dinasehati oleh keluarga dan teman-temannya
agar mengurungkan niat membangun pesantren di daerah tersebut, beliau
menolak dan berpendapat“Menyiarkan agama Islam ini artinya memperbaiki manusia. Jika manusia itu sudah baik, apa yang akan diperbaiki lagi daripadanya. Berjihad artinya menghadapi kesulitan dan memberikan pengorbanan. Contoh-contoh ini telah ditunjukkan Nabi kita dalam perjuangannya.”
Terbukti, seiring
berjalannya waktu perjuangan Kyai Hasyim mulai menuai buah-buah
keberhasilan. Tebuireng yang semula merupakan wilayah yang penuh dengan
kemaksiatan berubah menjadi taman iman, ilmu, dan amal. Sebuah perubahan
sosial yang sangat sulit ditandingi, terlebih pada masa sekarang.
Selain itu jamaah yang didirikannya bersama para ulama lain, yaitu
Nahdlatul Ulama, kini telah menjadi jamaah terbesar di Indonesia yang
konsisten menegakkan dakwah Islam yang moderat, dengan berdasarkan pada
prinsip persaudaraan (ukhuwah) dan toleran (tasamuh).
Jika saja tidak ada Nahdlatul Ulama, kemungkinan besar Indonesia juga
akan terjangkit virus keberagamaan yang vandal dan intoleran, seperti
yang saat ini tengah dialami Pakistan, Afghanistan, Sudan, bahkan Mesir.
Jiwa patriotik dan kedalaman ilmu yang
dimiliki oleh Kyiai Hasyim Asyari sudah sepatutnya menjadi contoh dan
pegangan bagi kita -khususnya golongan muda- untuk lebih keras lagi
dalam berjuang dengan tantangan yang khas di jaman ini. Komitmen,
keberanian, dan konsistensi beliau merupakan nilai universal yang saat
ini harus kita jadikan inspirasi untuk berjihad memberantas musuh-musuh
negara sekaligus musuh agama, seperti korupsi, monopoli ekonomi, dan
pembodohan publik.